Sudah Jarang Minum Kopi
Saya sudah jarang minum kopi. Segan sekali mahu menyambut hari kopi sedunia semalam, maka saya menulis catatan ini lewat satu hari; walau beberapa minit cuma. Tapi menghirup kopi robusta malam ini, ternyata kopi tidak pernah meninggalkan kecewa; lagi pula menanggalkan duka. Paling nikmat adalah hangat kopi dalam dakapan dingin malam yang ternyata lebih menyegarkan sesudah hujan mulai surut lalu meninggalkan sederap sunyi. Kopi yang saya minum di tengah-tengah buku yang telah berhabuk adalah kesan yang ditinggalkan oleh seorang pembaca buku yang semakin tidak berfungsi. Mujur Leo Tolstoy mewariskan ceritanya, The Coffee-House of Surat untuk dibaca sambil menghirup kopi robusta. Itupun hanya menambahkan kebingungan lagi, sebingung ahli teologi Parsi dalam perdebatan-perdebatan teologinya di kedai kopi pekan Surat. Mungkin lebih tenang kalau menikmati kopi sambil melayan cerita-cerita pendek Honoré de Balzac yang membangkitkan kepedulian terhadap sesuatu yang lebih realistik. Cuma yang pasti, kopi adalah teman akrab untuk menikmati kesendirian dengan halaman-halaman buku yang semakin ditumbuhi habuk.
Comments
Post a Comment